Selasa, 29 Desember 2009
Sekolah Inspektur Polisi
sepengetahuan saya, SIP adalah wadah bagi para lulusan Sarjana yang berminat untuk melanjutkan studinya di Kepolisian. sebenernya ini nama lain dari PPSS (Perwira Polri Sumber Sarjana) yang slama ini berjalan. perbedaannya adalah semenjak Polri mengambil kebijakan untuk penerimaan Taruna Akpol diambil dari 2 sumber (SMU dan Sarjana), PPSS mengambil siswanya dari sumber Sarjana khusus (kedokteran,penerbang). sedangkan SIP mengambil siswa dari sumber sarjana pada umumnya (SH,SSos dll).
bila PPSS penyebutannya adalah Siswa, sedangkan SIP adalah Taruna. akan tetapi masa pendidikannya lebih cepat dari Taruna sumber SMU ( kalo tidak salah 1 tahun 4 bln).
namun sepertinya program SIP ini tidak akan berlanjut, seiring munculnya kebijakan Kapolri agar Akpol setara dgn S1. dgn kata lain murni hanya menerima dari sumber SMU dengan masa pendidikan selama 4 tahun.
mudah-mudahan ini bisa menjawab. mohon maaf bila ada kekurangan informasi yang saya sampaikan di atas.
Sejarah Kepolisian
Di Nusantara ini, sudah mulai sejak zaman kerajaan-kerajaan, baik Majapahit, Mataram, maupun kerajaan-kerajaan lain, juga telah melaksanakan fungsi kepolisiannya. Walaupun dengan nama yang beragam. Pada zaman kerajaan Majapahit, fungsi kepolisian telah dilaksanakan oleh satuan yang dinamakan Bhayangkara. Kesat¬uan ini mempunyai tugas : Satya haprabu, Hanyakan musuh, Gi¬neung Pratidina, Tansatrisna. Tugas tersebut kini menjadi Catur Prasetia, yang merupakan landasan kerja anggota Polri di lapan¬gan. Begitu juga pada kerajaan Mataram, fungsi kepolisian dilaksanakan oleh badan yang bernama Kabupaten Gunung Polisi, yang mempunyai tugas menjaga tata tertib dan ketenteraman di daerah-daerah kerajaan dan juga membantu mengurusi soal-soal pemerintahan.
Pada waktu Nusantara di jajah oleh Belanda, fungsi kepoli¬sian juga ada dengan bermacam-macam badan yang melaksanakannya antara lain : Algemene Politie (Polisi Umum), Gewapende Politie (Polisi Bersenjata), Veld Politie (Polisi Lapangan), Cultuur Politie (Polisi Lapangan), Bestuur Politie (Polisi Pamong Praja).
Mengingat mulai pentingnya tugas Polisi maka pemerintah Belanda mulai mengadakan pendidikan Polisi. Pendidikan yang pertama untuk Agen Polisi (Politie Agent) di Batavia, Semarang dan Surabaya pada tahun 1911. Kemudian dengan berkembangnya tugas kepolisian dengan proses pendidikan serta keadaan daerah pendidikan pindah ke Bogor kemudian di Sukabumi (tahun 1925).
Yang menarik untuk dipelajari adalah kepolisian pada zaman penjajahan Jepang. Pemerintahan kolonial Jepang saat itu memben¬tuk kepolisian secara nasional tidak seperti zaman Pemerintahan Hindia Belanda, yang terdiri dari berjenis-jenis kepolisian. Sedangkan organisasi tersusun secara regional dengan masing-masing mempunyai pusat-pusatnya, seperti :
1. Kepolisian untuk Jawa dan Madura berpusat di Jakarta.
2. Kepolisian untuk Sumatera berpusat di Bukittinggi.
3. Kepolisian Timur Besar berpusat di Makasar.
4. Untuk Kepolisian di kalimantan berpusat di Banjarmasin.
Dengan demikian, pada waktu itu telah ada jalur Komando yang jelas dan pusatnya masing-masing sampai ke Distrik. Di samping itu jumlah polisi yang diserah terimakan Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Jepang, sebanyak 31.620 orang yang terdiri dari 10 Hopkommisaris, 117 Komisaris Polisi, 13 Wedana Polisi, 63
Hopinspektur Polisi, 88 Assisten Wedana Polisi, 545 Inspektur Polisi, 1463 Mantri Polisi, 513 Hopagen, 154 Hopposhis komando, 2.582 Poshis komandan/ Reserse dan 26.073 Agen Polisi.
Kemudian setelah kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, pada
sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan hari kedua tanggal 19 Agustus 1945, ditetapkan Kepolisian Negara RI berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, dengan bentuk organisasinya adalah Jawatan kepolisian Negara RI. Setelah terbentuknya Kepolisian RI ini, dengan kegiatan yang menonjol pada waktu itu adalah ikut membela tanah air, atau ikut peran serta dalam melawan penjajahan (Jepang). Dan pada tanggal 1 Juli 1946 setelah Polri di bawah langsung Perdana Menteri, dijadikan hari Bhayangkara (hari ulang tahun Polri). Pada tahun 1945-1950 peran kepolisian dalam mempertahankan negara cukup menonjol, termasuk tanggal 10 November 1945 di Surabaya perlawanan terhadap tentara Sekutu yang dimotori Inggris. Dalam peristiwa tersbeut perlawanan yang mempelopori pasukan istimewa mampu melumpuhkan tentara Sekutu. dari peristiwa tersebut sekarang hari Pahlawan dan A.H. Nasution mengatakan bahwa tanpa adanya keberanian polisi istimewa terse¬but, tidak akan ada hari Pahlawan.
Pada kurun waktu 1950-1959 dimana diperlakukan UUDS tahun 1950 sebagai UU dasar yang bersifat Perlementer, kedudukan Polisi tetap di bawah Perdana Menteri. Pada kurun ini kejadian penting adalah lahirnya Pol Air (5 Desember 1950). Dinas telekomunikasi pada jawatan kepolisian negara (27 Oktober 1951), Pasukan Polisi Perintis (11 Maret 1952), Persatuan Istri Polri yang diberi nama Bhayangkari (19 Oktober 1952), Tri Brata sebagai pengikat disiplin bagi Mahasiswa PTIK (3 Mei 1954) yang selanjutnya sebagai landasan moral anggota Polri. Penetapan hari Kepolisian yang pertama kali (1 Juli 1955), Polisi Lalu Lintas (22 Agustus 1955), Polisi Udara (1Desember 1955), Labkrim (5 Juli 1955), NCB (16 Agustus 1956). Pada kurun inilah banyak tonggak sejarah yang merupakan perkembangan organisasi Polri yang cukup baik, yang kemudian berkembang menjadi kesatuan Polri yang berkembang mengikuti zamannya.
Untuk kurun waktu tahun 1950-1966 telah banyak tonggak sejarah yang sangat mewarnai kondisi Polri dewasa ini, yaitu Polri menjadi anggota ABRI, keluarnya UU Pokok Kepolisian No. 13 tahun 1961, Kepolisian tidak lagi di bawah Pimpinan Negara, tetapi di bawah Men Hankam/Pangab. Pada kurun waktu ini pula telah dibentuk atau diresmikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Kepolisian (Seskoak). Setelah Polri menjadi bagian ABRI, maka pembinaan dan operasionalnya dikendalikan oleh Pangak, dengan demikian perkembangan kepolisian berikutnya banyak dipengaruhi oleh ABRI tersebut. Dari tonggak sejarah ini perkembangan Polri mulai tahun 1966-1998, banyak kritik dilontarkan tentang efekti¬fitas Polri dalam ABRI.
PERLUNYA MEMAHAMI SEJARAH POLRI
Dengan melihat perkembangan kepolisian di Indonesia yang telah memberikan catatan sejarah untuk pertumbuhan negara Indone¬sia, khususnya penegakan hukum dan pembina kamtibmas, baik keber¬hasilan maupun kekurangannya, maka perlu sejarah kepolisian ini untuk dipelajari bagi anggota Polri, terutama bagi para siswa di lembaga pendidikan Polri di Indonesia. Keberhasilan yang pernah diraih dapat digunakan untuk dicontoh dan dikembangkan lagi guna pelaksanaan tugas yang akan datang. Sedangkan kekurangan atau kegagalannya dapat dipelajari penyebab kekurangan atau kegaga¬lannya, agar tidak akan terulang kembali kegagalan yang serupa.
Disamping itu para pelaku sejarah kepolisian di Indonesia perlu diketahui, siapa yang perlu untuk dijadikan sebagai suri teladannya, yang dapat memberi motivasi kerja bagi yang menela¬dani tokoh Polri pilihannya. Sangat ironis kalau sebagai anggota Polri mengidolakan tokoh sejarah non Polri, karena ketidak kakuannya.
Namun demikian buku sejarah ini masih bersifat pokok-pokokn¬ya saja, dan masih perlu dipelajari lagi buku-buku sejarah ten¬tang peristiwa-peristiwa khusus, tokoh khusus atau otobiografi tokoh kepolisian. Misalnya sejarah tentang: Otobiografi RS. Soe¬kanto, Awaloedin Djamin, Hoegeng Imam Santoso, dan lain sebagainya.
Jumat, 20 November 2009
Polri vs KPK
sekarang ini lagi rame2nya masalah Polri vs KPK. semua media membahasnya. rakyat pun memberikan opininya ampe turun ke jalan untuk berdemo/berorasi. facebook dan twitter pun gak ketinggalan dijadikan sarana untuk beropini.
ingin juga saya berkomentar tentang masalah ini tp mengingat saya adalah bagian dari permasalahan ini saya memilih untuk diam agar tidak semakin memperkeruh suasana. tidak berusaha seperti Evan Brimob yang tanpa pikir panjang berkomentar di akun facebooknya. saya hanya berusaha berpikir lebih jauh lagi untuk kemajuan diri pribadi dan institusi saya kelak dikemudian hari.
dalam hidup pasti kita akan hadapi kesulitan dan kesulitan itu akan menjadi hikmah yang baik bila mampu dilewati. apa yg terjadi sekarang kelak dikemudian hari akan menjadi pelajaran yang berguna bagi generasi selanjutnya agar tidak terulang kembali.
setiap institusi pasti punya sisi kelemahan dan kekurangan namun saya yakin setiap institusi pasti punya keinginan untuk memperbaikinya. rasanya tidak pas judulnya Polri vs KPK krn dua2nya saling bekerjasama dalam menumpas korupsi di negeri kita tercinta.
sama seperti judul blog ini, saya berusaha menjadi polisi masa depan yg harus lebih baik dari pendahulu2 saya sebelumnya.
Rabu, 21 Oktober 2009
Intelijen gagap (repost)
Padahal, intelijen memang harfiahnya adalah kodrat manusia. "Cogito ergo sum". Pemikiranku yang membuat eksistensiku diakui. Meski tak sepenuhnya tepat, hal ini bisa diterima dalam kasus orang yang gila dan anak2 kecil/balita. Mereka dianggap tidak lebih dr sekedar obyek penderita krn tak memiliki "cogito". Intelijen dan intelijensia bahkan mjd unsur utama berpikir, dan berpikir adalah yang mengangkat derajat manusia dr makhluk lainnya. Berpikir, menimbang, menerima informasi dan mempengaruhi orang lain dengan informasi itu, sejatinya telah berkembang dengan pesatnya.
Publik Indonesia masih kerap mengidentifikasi intelijen sebagai "alat" perang. Militeristik, tertutup, dan ekstra kolot. Padahal, zaman telah mengalami revolusi informasi, dimana open source sudah merajalela. Militer dan kelompok strategis masih menjaga feodalisme kekolotannya, padahal pada saat yang sama hampir seluruh masyarakat melakukan pekerjaan itu. Entah itu meneliti, mengamati, melakukan survei pasar, melakukan unras, mendidik siswa, menggosipkan sesuatu, dan banyak lagi kegiatan lain adalah bagian2 dr apa yg bs diberi label : pekerjaan intelijen.
Lalu apa yang membedakan intelijen "induk" yg militeristik dengan anaknya yang "open sourced"? Apa bedanya intelijen yg organized dan sporadic? Yang kovensional dan kontemporer. Yang membedakan adalah manajemen.
Kalangan akademis justru sudah lebih dahulu maju dengan memahami manajemen sistem informatika. Didalamnya, sangat kental dengan nuansa penyelidikan intelijen konvensional, bahkan lebih jauh dan lebih detail. Sampai menyentuh estimasi strategis yang merupakan inti organisasi intelijen.
Dalam hal pengamanan dan kontra intelijen, intelijen konvensional juga tergagap melawan kemajuan ilmu-ilmu sosial spt psikologi, antropologi, sosiologi, yang terus mengembangkan sayapnya menjadi kriminologi, manajemen bencana, dsb. Satu2nya kemajuan intelijen adalah perangkat khusus yang terkesan canggih padahal itu hasil rekayasa teknologi yang sudah berumur 5 tahunan. Di zaman perang dingin, 5 tahun adalah masa yang sebentar bagi kemajuan teknologi, tapi utk zaman ini, 5 tahun bisa menghasilkan puluhan jenjang teknologi. Bisa jadi Radio anda yang berumur 5 tahun, mgkn hrs masuk keranjang sampah jika rusak krn komponennya sudah tak diproduksi lagi.
Jadi kelebihan apa yang dimiliki insan intelijen konvensional-militeristik? Ya itu tadi, sikap OSS (oh so secret) dan pongah ditengah kepungan gajah; tetap optimis dengan apa yang ia hadapi padahal setiap saat ia bisa mati tergencet.
Weits, tunggu dulu. Ada titik cerah bagi mereka yang beragama. Masa depan tak bisa dideteksi spt jadwal kereta api, tak bisa ditolak seperti kuman. Tapi masa depan itu bisa dirangkai melalui tanda-tanda. Siapa yang bisa merangkai tanda-tanda itu, yang membaca tanda itu, lalu memahaminya, dialah yang mampu menguasai masa depan. Disanalah hati berperan: untuk apa dan mau apa, niat dari diri kita akan mempengaruhinya. Ketamakan, keserakahan, dan arogansi akan mengalahkan kecermatan dan keuletan; dan kita akan terjerumus dalam sebuah kehancuran. Sebaliknya semangat kebenaran, prioritas kepada keadilan, akan menuntun kita kepada keberhasilan. Dan semangat kebenaran serta keadilan ada pada agama.
Ayolah, bukan saatnya lagi mencetak uang sendiri. Bukan saatnya lagi membuang energi untuk suatu yang tak perlu. Insan intelijen adalah orang2 yang terbiasa membersihkan hati dari kepentingan, dan merangkai tanda-tanda dalam otaknya. Bukan moneymaker, bukan troubleshooter, bukan juga cape crusader. Siapapun bisa dilatih jadi jago tembak, ribuan orang rela berjibaku melakukan aksi penyelamatan spektakuler, gampang menjadi topeng yang gagah berani dan peran pahlawan yang bisa diandalkan. Tapi topeng itu takkan cukup kuat untuk mengingkari wajah lain yang berada dibaliknya, yang hanya diwakili sepasang mata yang menatap orang2 yang tak bisa melihat wajah dibalik topeng itu. Ia bisa segalanya karena ia adalah Descartes : "cogito ergo sum". "Aku berpikir, karenanya aku ada". Bukannya karena aku terlihat.
Senin, 28 September 2009
Oknum Polisi di Sumsel
klo bicara tentang harapan masyarakat yang begitu tinggi terhadap polisi, baik itu kinerjanya maupun tingkah lakunya, rasanya kejadian seperti ini sudah pasti menjatuhkan kewibawaan Polri secara keseluruhan. baru saja kita sukses menggulung Noordin M Top, nama kita udah tercoreng oleh ulah satu orang oknum perwira.
dalam kenyataannya, polisi memang tetap manusia biasa yang punya sisi rapuh yang bisa direcoki hal-hal negatif. klo gak ditunjang keimanan yang kuat, sudah pasti sisi yang rapuh itu mudah diobrak-abrik. sehingga muncul oknum-oknum polisi yang tidak mampu menjaga amanah tugasnya.
bagi saya ini menjadi pembelajaran penting. jangan berani-berani menyentuh yang namanya narkoba walaupun itu hanya sekedar coba-coba. bila sudah terkuasai, sulit bagi kita untuk keluar dari jeratnya. pikiran kita jadi gak waras. apapun dilakukan, gak liat lagi siapa dirinya dan apa jabatannya.
SO, JAUH-JAUH YA DARI NARKOBA!!
Jumat, 25 September 2009
Giat Pelatihan di ILEA Bangkok
Selasa, 08 September 2009
WANITA (repost)
Seorang anak laki-laki kecil bertanya
kepada ibunya "Mengapa engkau menangis?"
"Karena aku seorang wanita", kata
sang ibu kepadanya.
"Aku
tidak mengerti", kata anak itu.
Ibunya hanya memeluknya dan berkata,
"Dan kau tak akan pernah mengerti"
Kemudian anak laki-laki itu bertanya
kepada ayahnya, "Mengapa ibu suka menangis tanpa
alasan?"
"Semua
wanita menangis tanpa alasan", hanya itu yang dapat dikatakan oleh
ayahnya.
Anak laki-laki kecil itu pun lalu
tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa, tetap ingin tahu mengapa wanita
menangis.
Akhirnya
ia menghubungi Tuhan, dan ia bertanya, "Tuhan, mengapa wanita begitu mudah
menangis?"
Tuhan berkata:
"Ketika Aku
menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang
istimewa.. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun,
harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan "
"Aku
memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima
penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "
"Aku
memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain
menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa
mengeluh "
"Aku
memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan,
bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya "
"Aku
memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam kegagalannya dan
melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya
"
"Aku
memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik
takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan
ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu
"
"Dan
akhirnya, Aku memberinya air mata untuk diteteskan.
Ini adalah
khusus miliknya untuk digunakan kapan pun ia butuhkan."
"Kau tahu:
Kecantikan
seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, sosok yang ia
tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya."
"Kecantikan
seorang wanita harus dilihat dari matanya, karena itulah pintu hatinya -
tempat dimana cinta itu ada."
3 HAL (repost)
• IMAN
• PENGHARAPAN
• KASIH
3 Hal yang tidak akan dilupakan:
• CINTA
• KEJUJURAN
• PERSAHABATAN
3 hal yg tidak pernah kembali:
• WAKTU
• PERKATAAN
• KESEMPATAN
3 hal yg menghancurkan:
• KEMARAHAN
• KESOMBONGAN
• KESERAKAHAN
3 hal tidak boleh hilang:
• KASIH
• SUKA CITA
• DAMAI SEJAHTERA
3 Hal yang membuat kita dewasa:
• KESABARAN
• KETULUSAN
• RASA SYUKUR
3 hal tidak pernah kekal:
• HARTA
• JABATAN
• CINTA MANUSIA
3 hal membuat kita berharga:
• KOMITMEN
• KERENDAHAN HATI
• KEJUJURAN
Selasa, 25 Agustus 2009
POLMAS
“ COMMUNITY POLICING IS THE DELIVERY OF POLICING SERVICES, RESULTING FROM A COMMUNITY AND POLICE PARTNERSHIP THAT IDENTIFIES AND RESOLVES ISSUES IN ORDER TO MAINTAIN SOCIAL ORDER. “
(COMMUNITY POLICING ADALAH PEMBERIAN JASA PEMOLISIAN, YANG BERASAL DARI KEMITRAAN MASYARAKAT DAN POLISI YANG MENGIDENTIFIKASI DAN MEMECAHKAN BERBAGAI ISUE DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN TERTIB SOSIAL)
SEMENTARA ITU, PASANGAN SUSAN TROJANOWICZ DAN ROBERT TROJANOWICZ :
“ …… ANY METHOD OF POLICING THAT INCLUDES A POLICE OFFICER ASSIGNED TO THE SAME AREA, MEETING AND WORKING WITH THE RESIDENTS AND BUSINESS PEOPLE WHO LIVE AND WORK IN THE BEAT AREA. THE CITIZENS AND POLICE WORK TOGETHER TO IDENTIFY PROBLEMS OF THE AREA AND TO COLLABORATE IN WORKABLE RESOLUTIONS OF THE PROBLEMS. THE POLICE OFFICER IS A CATALYST, MOVING NEIGHBOR-HOODS AND COMMUNITIES TOWARD SOLVING THEIR OWN PROBLEMS, AND ENCOURAGING CITIZENS TO HELP AND LOOK OUT FOR EACH OTHER. “
( ….. METODE PEMOLISIAN APAPUN YANG MENCAKUP PENUGASAN SEORANG POLISI KE WILAYAH YANG SAMA, BERTEMU DAN BEKERJA BERSAMA DENGAN PENDUDUK SETEMPAT DAN PENGUSAHA YANG TINGGAL DAN BEKERJA DI WILAYAH TERSEBUT. WARGA DAN POLISI BEKERJASAMA UNTUK MENGIDENTIFIKASI MASALAH-MASALAH DI WILAYAH TERSEBUT DAN SECARA BERSAMA-SAMA MENYELESAIKANNYA. PETUGAS POLISI BERFUNGSI SEBAGAI KATALISATOR KETETANGGAAN DALAM MEMECAHKAN MASALAH-MASALAH MEREKA SENDIRI, SERTA MENDORONG WARGA UNTUK SALING MENOLONG DAN MEMBANTU SATU SAMA LAIN )
DEFINISI PELAYANAN PEMOLISIAN YANG BERORIENTASI KOMUNITAS, DEPARTEMEN KEHAKIMAN AS ( COMMUNITY ORIENTED POLICING SERVIECES [ COPS ], US DEPARTEMENT OF JUSTICE ) :
“ A POLICING PHILOSOPHY THAT PROMOTES AND SUPPORTS ORGANIZATIONAL STRATEGIES TO ADDRESS THE CAUSES AND REDUCE THE FEAR OF CRIME AND SOCIAL DISORDER THROUGH PROBLEM-SOLVNG TACTIC AND POLICE-COMMUNITY PARTNERSHIPS. ”
( SUATU FALSAFAH PEMOLISIAN YANG MENDORONG DAN MENDUKUNG STRATEGI ORGANISASI UNTUK MENGATASI SEBAB-SEBAB DAN MENGURANGI KETAKUTAN TERHADAP KEJAHATAN SERTA KETIDAK-TERTIBAN SOSIAL MELALUI TAKTIK-TAKTIK PEMECAHAN MASALAH DAN KEMITRAAN POLISI-KOMUNITAS )
PENDEKATAN KEPOLISIAN KONTEMPORER MENEKANKAN UNSUR MASY SEBAGAI “ PEMILIK SAHAM “ ( STAKEHOLDER ) DALAM HAL KEAMANAN MASYARAKAT ITU SENDIRI. INI BERARTI, POLISI BERSAMA-SAMA MASYARAKAT BERUSAHA MENGENALI DAN MEMECAHKAN PERSOALAN-PERSOALAN KEAMANAN MASYARAKAT . NAMUN, HARUS DITEKANKAN DISINI, BAHWA METODE KONVENSIONAL – SEPERTI “ MENUNGGU BOLA “ – JUGA TETAP DIGUNAKAN DALAM METODE KONTEMPORER.
BERDASARKAN BERBAGAI DEFINISI SERTA RUMUSAN TERSEBUT, MAKA TERDAPAT BERBAGAI KOMPONEN ATAU UNSUR COMMUNITY POLICING YANG DISEPAKATI. COMMUNITY POLICING PADA UMUMNYA DIRUJUK SEBAGAI PENDEKATAN KONTEMPORER DALAM PEMOLISIAN. PENDEKATAN INI BERBEDA DARI METODE KEPOLISIAN KONVENSIONAL. DALAM METODE KONVENSIONAL, METODE POLISI UTAMANYA BERSIFAT REAKSIONER. MISALNYA, MENUNGGU LAPORAN MASUK MELALUI TELEPON ATAU SARANA LAIN. JADI, SEMACAM METODE MENUNGGU BOLA. SEBALIKNYA, METODE KONTEMPORER KEPOLISIAN ADALAH “ MENJEMPUT BOLA “.
Kamis, 20 Agustus 2009
Mohon Maaf
Jumat, 17 Juli 2009
akhirnya bisa liburan
Libur kali ini emang agak spesial krn udah beberapa minggu kita disuruh ikut siaga 1 juga, ampe taruna jg gak dpt ijin pesiar. Ditambah lg pagi ini ada kejadian ledakan bom di jakarta, tp ibl tetap dilaksanakan jadi ya cukup menyenangkan bagi kita semua di akpol. Tapi ini khusus pengasuh ama taruna lho.
Ok dech ceritanya berlanjut setelah pulang dari liburan ya...
Senin, 13 Juli 2009
Doa Untuk Sahabat
Kadang doa itu kita panjatkan dan banyak di antaranya malas atau lupa kita melafazkannya. Kita hanya berujar kepada mereka, “Saya hanya bisa mendoakan kamu.” Tetapi kita tidak benar-benar mendoakannya. Kita hanya bisa menyenangkan hatinya dengan kata-kata yang singkat itu.
Tidakkah kita sadari bahwa, orang-orang yang membutuhkan doa dari kita pasti sangat ingin mendapatkan apa yang diinginkannya itu? Namun seringkali kita tidak menindaklanjuti permintaan itu dengan tengadah tangan menghadap Allah. Ketika akhirnya sahabat kita gagal mendapatkan apa yang diinginkannya, kita hanya bisa mengatakan, “Sabar ya, Insya Allah semua ini ada hikmahnya.” Kita mengatakan itu seolah-olah kita telah membantunya secara maksimal.
Sahabatku, sesungguhnya dengan cara seperti itu kita belum termasuk orang-orang yang membahagiakan sahabat kita. Atau mungkin kita termasuk orang-orang yang iri dan dengki ketika melihat sahabat kita bahagia dan berhasil?
Duhai, betapa celakanya kita disebabkan oleh kedustaan kita. Mulut kita mengatakan, “Saya akan mendoakanmu.” Namun ucapan itu tidak pernah terealisasi nyata. Bukankah hal itu tidak ada bedanya dengan mulut-mulut para pendusta?
Sahabatku, orang yg baik akan mendoakan sahabat-sahabatnya sekalipun tidak diminta. Mereka menyebut satu persatu nama sahabatnya dalam doa-doa panjang mereka. Mereka ingin melihat kebahagiaan sahabatnya di dunia maupun akhirat. Mereka ingin sama-sama masuk surga. Jika mereka melihat sahabatnya bahagia, mereka turut bahagia tanpa ada iri dan dengki di dalamnya. Jika melihat sahabatnya sedih, mereka segera membahagiakannya dan mendoakannya dikeheningan malam dengan linangan airmata, agar Allah memberinya kesabaran dan meringankan beban penderitaannya.
Ketika Allah menurunkan rahmat untuk sahabatnya itu, ia sama sekali tidak mengatakan kesana kemari, “Aku yang mendoakan kamu sehingga kamu begini.” Ia hanya mengatakan, “Alhamdulillah, saya sangat senang melihat engkau kini bahagia.” Ia mengucapkannya dengan setulus hati dan merasakan betapa dekat pertolongan Allah itu.
Wahai sahabatku, sudahkah Anda membahagiakan orangtua Anda, sahabat-sahabat Anda, yang membutuhkan pertolongan Anda, walaupun hanya dengan bait-bait doa yang khusyu dikeheningan malam?
Senin, 06 Juli 2009
Minggu, 14 Juni 2009
Biaya Pendaftaran
terus terang sebagai anggota polisi saya merasa sedikit tersinggung tapi bila ditelaah lebih lanjut maka ketersinggungan itu berubah menjadi ketersunggingan (he..he..). ya memang harus diakui bahwa jaman dahulu (ntah kapan), budaya suap/uang pelicin itu sudah sering terjadi dan akhirnya berlanjut hingga sekarang walaupun Polri sudah mengumumkan bahwa penerimaan anggota polisi menganut sistem transparan yang artinya smakin sempit peluang penggunaan uang pelicin untuk bisa masuk menjadi anggota polisi.
saya hanya ingin menyampaikan bahwa janganlah kita diperbudak oleh budaya itu. yakinlah klo kita memang bagus pasti akan diterima dan salah satu modalnya adalah persiapkan diri dari sekarang bila memang berniat menjadi anggota polisi (bukan uang lho..). yakinlah bila masyarakatnya bersih maka polisipun akan bersih pula dan yakinlah bila masyarakat tetap menerapkan budaya uang pelicin maka akan ada oknum2 polisi dan yang lainnya yang siap memangsanya.
Selasa, 09 Juni 2009
Memulai Perjuangan
didalam sini sedang terjadi peperangan batin, ketegangan yang memuncak untuk memberikan yang terbaik bagi lembaga Akpol. ya, adek2 kita sedang bersiap diri menghadapi pertandingan pertama pekan Piktar menghadapi Akademi TNI. betapa berat tekanan yang kita hadapi disini karena kita tidak berhadapan dengan Akmil saja sebagai tuan rumah tapi sekaligus tiga dengan AAU dan AAL. sepertinya mereka berusaha sekali mengalahkan Akpol walaupun sebenarnya Akpol bukanlah yang terbaik. namun sepertinya Akpol menjadi tolak ukur keberhasilan, bila berhasil mengalahkan Akpol berarti merekalah yang terbaik.
marilah kita mulai perjuangan ini berikan yang terbaik bagi Polri baik itu lewat kerja nyata di lapangan maupun perestasi olah raga di lapangan. bukan hanya sekedar menuntut gaji yang besar atau mendapat pengakuan dari Akademi TNI tapi semata-mata sebagai bukti bahwa kita siap berikan jiwa dan raga ini bagi Polri dan negara ini.
Jumat, 05 Juni 2009
Perjalanan di Kota Solo
tujuannya sich sebenarnya untuk mencari sepatu basket untuk Taruna yang sedang persiapan menghadapi kegiatan Piktar (Pekan Intergrasi Taruna) di Akmil. tapi seperti kata pepatah "sambil menyelam minum air", saya bisa tahu kota-kota yang selama ini serasa "dekat dimata jauh dihati" alias dekat dengan kota Semarang tapi gak pernah saya kunjungi.
jalan-jalan di kota Solo pun sekarang serasa mudah untuk dilalui setelah sempat beberapa kali salah jalan akibat banyaknya jalan-jalan kecil yang sebelumnya saya perkirakan gak bisa dilewati ternyata bisa. pepatah "tak kenal maka tak sayang" memang pas menggambarkan hal ini. sudah 4 hari saya di Solo dan saya merasa sudah cukup kenal dengan suasana kotanya, padat dan rapat, mungkin itu yang bisa saya lihat bila menilai kondisi bangunan-bangunannya. namun demikian saya cukup menikmati suasana kotanya yang saya rasa lebih menyenangkan bila dibandingkan kota Semarang.
Senin, 25 Mei 2009
Penerimaan Taruna Akpol
download syarat pendaftaran taruna akpol
Kamis, 21 Mei 2009
Apakah Polisi Indonesia Adalah Penjahat yang Berseragam?
Hukuman yang dijatuhkan kepada lima orang polisi dari Kepolisian Sektor Banjarsari, yang dinyatakan bersalah atas tindak penyiksaan terhadap Roni Ronaldo hingga menyebabkan kematian, yang dilakukan pada tanggal 20 November 2006, memberi bukti betapa tidak sempurnanya legislasi Indonesia mengenai penyiksaan. Bahkan, kenyataannya penyiksaan masih bukan merupakan tindak pidana, dan tidak ada penghukuman yang setimpal berdasarkan hukum Indonesia. Jika seorang warga biasa melakukan ‘penganiayaan’ terhadap seseorang hingga menyebabkan mati, dia dapat didakwa atas pembunuhan berencana dan ancaman pidananya bisa seberat hukuman mati, penjara seumur hidup atau dua puluh tahun penjara. Namun, ketika kejahatan yang sama dilakukan oleh aparat negara, pengadilan akan menjatuhkan hukuman yang ringan. Dalam satu kasus, sanksi disiplin yang sederhana telah dijatuhkan; dalam kasus meninggalnya Roni Ronaldo, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara mulai dari satu hingga dua tahun. Pertanyaan yang muncul dalam benak orang biasa adalah atas dasar apa pembunuhan terhadap seseorang oleh petugas berseragam berbeda dengan yang dilakukan oleh warga biasa?
Apakah penuntutan ditentukan untuk membawa pulang sesat pikir yang begitu menggelikan, bahwa ketika aparat penegak hukum melakukan pembunuhan, maka hal tersebut bukanlah pembunuhan melainkan “penganiayaan menyebabkan kematian” dan mereka layak mendapatkan hukuman yang ringan? Jika filosofi seperti itu yang diterima, maka para petugas tersebut seharusnya dianggap sebagai penjahat yang disewa negara saja. Apa yang harus dilakukan untuk mencegah petugas kepolisian menjadi penjahat berseragam? Apakah pembenaran tersebut datang dari fakta bahwa pembunuhan terjadi di dalam proses penyidikan yang pokok?
Dua contoh berikut menggambarkan adanya ancaman serius terhadap prinsip Aturan Hukum dan runtuhnya rasa etis antar pejabat pemerintahan. Contoh pertama adalah kasus pembunuhan brutal terhadap Tuan Suherman yang diduga dilakukan oleh polisi dan ‘penggeledahan’ kediamannya. Tuan Suherman telah ditangkap secara melawan hukum oleh Kepolisian Wilayah Kota Besar Medan, dan diduga disiksa serta ditembak mati. Kasus kedua adalah pembunuhan terhadap Tuan Marsudi Tri Wijaya, yang melibatkan pihak kepolisian yang sama dengan kasus pertama. Dalam kedua kasus tersebut, korban telah disiksa, ditembak mati dan diserahkan kepada anggota keluarga untuk dimakamkan. Sebelum penangkapan melawan hukum terhadap mereka dilakukan, kediaman mereka digeledah, dirampok, dan anggota keluarga mereka diancam, diculik, dan diduga dibunuh. Hingga hari ini kasus tersebut tidak terdengar lagi di permukaan. Pertanyaan yang muncul adalah apakah pemerintah Indonesia akan memilih sekelompok penjahat yang mendikte hukum atau sebaliknya, seperangkat aparat penegak hukum yang berkomitmen pada penghormatan terhadap Aturan Hukum dan penguatan institusi demokrasi.
Berdasarkan standar internasional, penyiksaan adalah kejahatan berat, dan kenyataannya bahwa tindakan seperti itu yang dilakukan oleh aparat mewakili pemerintah sangatlah tidak dapat diterima dan merupakan kebiadaban moral yang serius. Tingginya derajat yang melekat pada kejahatan itu berasal dari penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat pemerintahan untuk menekan tersangka, yang seharusnya dianggap tidak bersalah hingga dinyatakan demikian. Dalam sebuah negara yang menghormati Aturan Hukum, penghukuman seharusnya didasarkan pada hukum, setelah melalui proses peradilan yang adil dan tidak sebaliknya. Jika pemerintah memperbolehkan aparatnya untuk menegakkan hukum menurut mereka sendiri dan menyakiti masyarakat, kemudian apa kegunaan memiliki sistem peradilan dimana seorang tersangka dianggap tidak bersalah hingga terbukti bersalah?
Penyebaran “kegunaan” penyiksaan di Indonesia sungguh di luar yang dapat dibayangkan. Namun, pertanyaan yang menarik adalah apakah ada mekanisme yang memungkinkan korban memperoleh sedikit saja keadilan. Sayangnya, walaupun pada kenyataannya Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan, tetap saja masih belum ada hukum yang melarang penyiksaan atau memberikan jalan hukum untuk menebus kesalahan.
Kasus Teguh Uripno adalah contoh lain yang menceritakan mengenai penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat pemerintah dan sebuah ilustrasi tentang tragisnya ketidakberdayaan korban untuk mendapatkan pemulihan melalui proses hukum. Menyusul penangkapan terhadap Teguh Uripno sekitar pukul 11.00 WIB pada tanggal 20 April, keluarganya segera menuju Kepolisian Sektor Serpong. Ketika mereka meminta bertemu dengan Teguh Uripno, petugas kepolisian tidak memperbolehkan mereka untuk saling bertemu. Keesokan paginya, tanggal 21 April, keluarga Uripno kembali lagi, tetapi sekali lagi petugas kepolisian mencegah mereka untuk bertemu dia, tanpa memberikan penjelasan yang berarti. Sekitar pukul 15.30 WIB tanggal 21 April, perwakilan kepolisian mendatangi kediaman keluarga korban dan memberitahukan bahwa Teguh Uripno telah meninggal dunia ketika sedang dibawa ke rumah sakit. Saat di rumah sakit, pihak keluarga meminta untuk melihat jenazahnya dan menemukan sejumlah bekas luka pukul dan memar. Berdasarkan rekam medis, lengan korban telah patah dan tengkoraknya mengalami keretakan. Penyebab kematian adalah pemukulan benda tumpul pada bagian tengkorak.
Dilaporkan bahwa dua petugas kepolisian bernama Brigadir Satu Polisi Syarifudin dan Brigadir Satu Polisi Arifin, melakukan pemukulan sehingga menimbulkan luka serius terhadap korban ketika dia sedang berada dalam tahanan. Tujuh polisi lainnya, yang namanya masih dirahasiakan, dituduh atas kejahatan serupa karena mendiamkan terjadinya peristiwa tersebut. Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Resort Tangerang menyatakan bahwa mereka telah memulai penyidikan, namun hingga sejauh ini perkembangannya masih belum memuaskan. Sementara itu, keluarga Uripno telah memasukkan pengaduan secara resmi ke Komnas HAM, yang kemudian meminta agar penyidikan dilakukan atas kasus ini.
Kasus ini mengilustrasikan tragedi yang berulang. Faktanya, baik korban dan keluarganya harus pergi ke institusi yang sama, yakni kepolisian untuk memasukkan pengaduan mereka, dengan mengetahui bahwa tidak ada hukum yang mendukung pengaduan mereka. Mereka tahu benar bahwa para pelaku tersebut akan dapat melepaskan diri dan bahkan mendapatkan dukungan dan simpati dari sesama koleganya dari kepolisian. Dalam hal ketiadaan mekanisme untuk secara efektif menghukum tindak penyiksaan, korban dan keluarga korban hanya dapat mengajukan pengaduan ke Komnas HAM. Tetapi yang menjadi masalah adalah Komnas HAM hanya memiliki mandat untuk melakukan penyelidikan dalam kasus “pelanggaran HAM berat”. Kasus penyiksaan individual tidak masuk ke dalam kategori tersebut dan tidak dapat diselidiki. Akibatnya, sulit bagi para korban penyiksaan untuk menemukan cara mendapatkan pemulihan kembali, termasuk kompensasi, rehabilitasi dan penghukuman terhadap para pelaku. Satu kesimpulan yang setidaknya pasti bisa diambil adalah Indonesia merupakan sebuah negara yang memperbolehkan aparatnya melakukan penyiksaan terhadap orang lain dan menyangkal hak korban untuk mendapatkan pemulihan kembali untuk kejahatan seperti itu.
Pada tanggal 26 Juni, Asian Human Rights Commission ingin mengambil kesempatan pada Hari Internasional untuk mendukung korban penyiksaan, untuk mengingatkan Indonesia atas kewajiban yang dimilikinya, sebagai anggota Dewan HAM PBB, untuk mengamandemen peraturan yang ada dan menjadikan penyiksaan sebagai tindak pidana. Adalah hal yang mendesak bagi Indonesia untuk menyediakan pemulihan kembali yang layak bagi para korban, dan menghukum para pelaku sesuai dengan tingginya derajat kejahatan tersebut. Di samping itu, Komnas HAM harus diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan kasus-kasus penyiksaan individual dan langsung menyerahkan temuannya ke Kejaksaan Agung untuk dilakukan penuntutan. Hanya hal itulah kebijakan yang paling nyata yang dapat memberikan kontribusi untuk menghilangkan perasaan yang diterima secara umum bahwa “polisi adalah penjahat yang berseragam” dan pemerintah tidak serius berkomitmen untuk menjaga dan melindungi martabat setiap orang.
ini tulisan gw baca di internet. ya menurut gw emang msh banyak oknum2 polisi yg masih saja mlakukan kekerasan dlm upaya penyidikan. namun seiring tuntutan masyarakat agar polisi berbenah dlm hal pelayanannya, bentuk2 kekerasan dlm penyidikan mulai berkurang.
salah satu upaya agar polisi lbh manusiawi adalah dengan dihilangkannya budaya kekerasan dlm proses pembinaan taruna AKPOL. ya memang blm spenuhnya hilang tp saya yakin pasti bisa.
Rabu, 20 Mei 2009
Seminar Migrasi Gelap
Selasa, 19 Mei 2009
Persiapan Cuti taruna
mgkn malam ini gw harus cek kesiapan mereka, mulai dari barang yg akan dibawa maupun perlengkapan mereka yang akan ditinggalkan. walaubagaimanapun faktor keamanan pribadi wajib diperhatikan.
Minggu, 17 Mei 2009
Hobbi Games WE
emang sich sering diblng kayak anak kecil, khususnya ama istri, tp bukannya di diri kita pasti ada sifat kekanak2an?? ya jd gpp slama niatnya untuk ngurangi rasa jenuh kerja terus seharian dan maennya pun gak stiap hari hanya pas lg gak ada kerjaan aja. jd gak apa2 kan klo gw hobbi maen WE....
Sabtu, 16 Mei 2009
Bobotoh Persib
Prakata
mudah-mudahan saya adalah salah satu dari sekian banyak polisi di Indonesia yang bisa jadikan harapan itu menjadi kenyataan.
maju terus polisi Indonesia!!